Rute Pemberian Obat
I.
Tujuan
·
Mengenal teknik-teknik
pemberian obat melalui berbagai pemberian obat.
·
Menyadari berbagai
pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
·
Dapat menyatakan
beberapa konsekwensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhaadap pengaruhnya.
·
Mengenal manifestasi
berbagai obat yang diberikan.
II.
Landasan
Teori
Selain pemberian topikal untuk mendapatkan efek lokal
pada kulit atau membran mukosa, penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan
transfer obat ke dalam aliran darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat
tersebut berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah
dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah
dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian
(Katzung, 1986).
Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek
terapeutik yang sesuai adalah sebagai berikut:
Cara/bentuk
sediaan parenteral
a.
Intravena
(IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action” cepat, efisien,
bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau
diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang
waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).
Intravena (i.v), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh
darah. Larutan dalam volume kecil (di bawah 5 ml) sebaiknya isotonis dan
isohidris, sedangkan volume besar (infuse) harus isotonis dan isohidris.
-Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam
vena, onset of action segera.
- Obat bekerja paling efisien, bioavilabilitas 100%
- Obat harus berada dalam larutan air, bila emulsi lemak
partikel minyak tidak boleh lebih besar dari ukuran partikel eritrosit, sediaan
suspensi tidak banyak terpengaruh.
- Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga sel-sel darah tidak banyak berpengaruh.
- Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah, sehingga menyebabkan hemolisa seperti saponin, nitrit, dan nitrobenzol.
- Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga sel-sel darah tidak banyak berpengaruh.
- Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah, sehingga menyebabkan hemolisa seperti saponin, nitrit, dan nitrobenzol.
- Sediaan yang diberikan umumnya sediaan sejati.
- Adanya partikel dapat menyebabkan emboli.
- Pada pemberian dengan volume 10 ml atau lebih, sekali
suntik harus bebas pirogen.
Contoh:
- injeksi ampicilin 500 mg. 1 gram.
- injeksi Sodium Chloride 0,9%ml, 50 ml, 500 ml.
Keuntungan rute
ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan
bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar
dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai;
(4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara
langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam
situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya
adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan
volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan
dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan
infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi
septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.
Intramuskular
(IM) (“Onset of action” bervariasi,
berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa
larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki
kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel
yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi)
(Joenoes, 2002).
Intramuskular (i.m), yaitu disuntikkan ke dalam jaringan
otot, umumnya di otot pantat atau paha.
- Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi
daripada susupensi pembawa air untuk minyak.
- Larutan sebaiknya isotonis.
- Onset bervariasi tergantung besar kecilnya partikel.
- Sediaan dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi.
- Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta mudak
terakumulasi, sehingga dapat menimbulkan keracunan.
- Volume sediaan umumnya 2 ml sampai 20 ml dapat
disuntikkan kedalam otot dada, sedangkan volume yang lebih kecil disuntikkan ke
dalam otot-otot lain.
- Contohnya:
- injeksi Penicilin G 3.000.000 unit
- injeksi Serum antitetanus 10.000 atau 20.000 unit
c.
Subkutan
(SC) (“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari
kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes,
2002). Subkutan atau di bawah kulit (s.c) yaitu disuntikkan kedalam tubuh
melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah
kulit; volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml.
- Larutan sebaiknya isotonis dan isohidris.
- Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya dapt
menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal.
- Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih
cepat dari pada sediaan suspensi.
- Determinan kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya penyerapan.
- Absorpsi obat dapat diperlambat dengan menambahkan Adrenaline (cukup 1:100.000-200.000) yang menyebabkan konsentriksi pembuluh darah local, sehiongga difusi obat tertahan atau diperlambat. contohnya injeksi Lidokaine Adrenaline untuk cabut gigi.
- Sebaliknya, absorpi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan yang menuyebabkan penyebaran dipercepat.
- Determinan kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya penyerapan.
- Absorpsi obat dapat diperlambat dengan menambahkan Adrenaline (cukup 1:100.000-200.000) yang menyebabkan konsentriksi pembuluh darah local, sehiongga difusi obat tertahan atau diperlambat. contohnya injeksi Lidokaine Adrenaline untuk cabut gigi.
- Sebaliknya, absorpi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan yang menuyebabkan penyebaran dipercepat.
- Bila ada infeksi, maka bahayanya lebih besar dari pada
penyuntikkan ke dalam pembuluh darah karena pada pemberian subkutan mikroba
menetap di jaringan dan membentuk abses.
- Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada secar i.v.
- Pemberian s.c dalam jumlah besar dikenal dengan nama
Hipodermoklise.
- Contohnya :
- inj Neutral Insulin (HumanMonocomponent) 40 iu/ml.
- inj Fondaparinux sodium 2,5 mg/0,5ml prefild syringe
d.
Intratekal
(berkemampuan untuk mempercepat efek obat setempat pada selaput otak atau sumbu
serebrospinal, seperti pengobatan infeksi SSP yang akut) (Anonim, 1995).
e.
Intraperitonel
(IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim, 1995).
Pemberian obat per oral merupakan
pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta
murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya
(faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna)
(Ansel, 1989).
Intinya
absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat
diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak
(Ansel, 1989).
DIAZEPAM
Pengkajian Praformulasi
Nama bahan aktif :
Diazepam
Sinonim :
Diazepamum
Peluang bentuk sediaan :
Injeksi, Tablet
Sediaan diinginkan :
Injeksi
Dosis Lazim :
untuk sekali Pemakaian 2mg-10mg iv
Dosis Maksimum :
-
1.
ORGANOLEPTIS
Warna :
Putih Tidak berwarna
Bau :
Tak berbau Tak Berbau
Rasa :
Tidak berasa
Bentuk :
Hablur Larutan injeksi
2.
SIFAT DALAM KELARUTAN
Dalam air Larut dalam air
Dalam ethanol 95% P Tidak larut
Dalam Kloroform Mudah larut
Dalam Benzene Tidak larut
Dalam Eter Tidak larut
Metil alkohol 10 bagian
Aseton Larut
Ph :
6.2-6.9
Sifat Kimia
Rumus Molekul
: C16H13ClN2O
Rumus Bangun
:
Berat Molekul
: 284,74
Suhu Lebur
:
130-134oC
OTT
:
-
Wadah Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
INDIKASI :Untuk
pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi
tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma;
nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia). Digunakan juga
untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut.
Khasiat :
sedativum
Kontra indikasi :
Penderita hipertsensitif, bayi di bawah 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, .
Efek samping :
Efek samping dari diazepam dan benzodiazepine lainya biasanya ringan dan
jarang. Mengantuk, berkunang-kunang dan ataksia, kelelahan , erupsi pada kulit,
edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal, jaundice dan
neutropenia, perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi, gangguan
visual dan retensi urin, incontinence.
III.
Alat
dan Bahan
Alat :
- Alat suntik 1 ml
- Jarum oral
- Kapas
- Wadah Pengamatan
Bahan :
- Mencit jantan / betina
- Alkohol
- Diazepam 10 mg / kg BB
- Diazepam 15 mg / kg BB
IV.
Cara
Kerja
A. Rute
Pemberian obat secara oral
B. Rute
pemberian obat secara subkutan
C. Rute
Pemberian Obat Secara Intravena
|
||||
|
D. Rute
Pemberian Obat Secara Intraperitonial
E. Rute
pemberian Obat Secara Intramuscular
V. Hasil
Pengamatan
Data Hasil Praktikum
Hewan
percobaan : Mencit
Obat
yang diberikan : Diazepam
Dosis
obat : 10 mg/Kg BB
Konsentrasi
Obat : 5 mg/ml
Berat
mencit 1 = 0,03 kg
Berat mencit 2 =
0,028 kg
Berat mencit 3 =
0,029 kg
VAO = (Dosis
(mg/Kg) x BB (Kg)) : Konsentrasi (mg/ml)
VAO
1 = (10
x 0,03) : 5 = 0, 06
ml
VAO
2 = (10
x 0,028) : 5 = 0,056 ml
VAO 3 = (10 x 0,029) : 5 = 0,058 ml
Berdasarkan
Tabel “Batas volume maksimum pemberian
obat pada hewan percobaan” :
Hewan Percobaan
|
Batas Volume Maksimum (ml) per
ekor untuk cara pemberian
|
|||
IV
|
IP
|
SC
|
||
Mencit
|
0,5
|
1
|
0,5
|
v Maka
mencit yang digunakan untuk pemberian obat secara IP, yaitu mencit 2. mencit yang digunakan
untuk pemberian obat secara IV, yaitu mencit 3,
sedangkan mencit yang digunakan untuk pemberian obat secara SC, yaitu mencit 1.
Data Perbandingan dari
Seluruh Kelompok
Kelompok
|
Hewan
|
Rute Pemberian
|
Waktu timbulnya Efek
|
Hilangnya Efek
|
1
|
1
|
IV
|
10,13’
|
39’
|
2
|
IP
|
1’
|
86’
|
|
3
|
ORAL
|
5’
|
14’
|
|
2
|
1
|
IM
|
2’
|
46’
|
2
|
SC
|
09’
|
39’
|
|
3
|
ORAL
|
4,20’
|
67’
|
|
3
|
1
|
IV
|
7’
|
15’
|
2
|
IP
|
2’
|
31’
|
|
3
|
SC
|
5’
|
39’
|
|
4
|
1
|
ORAL
|
10’
|
20,18’
|
2
|
IP
|
7,40’
|
20,50’
|
|
3
|
IV
|
09’
|
28,25’
|
|
5
|
1
|
IM
|
6
|
33,14
|
2
|
SC
|
7,48
|
39,30
|
|
3
|
ORAL
|
17’
|
68’
|
|
6
|
1
|
IV
|
40’
|
42’
|
2
|
SC
|
11
|
15,44
|
|
3
|
IP
|
12,39
|
38’
|
Keterangan :
v Waktu timbulnya efek
dicatat ketika mencit mulai mengalami perubahan yang signifikan dari sebelum
diberi obat.
v Hilangnya efek dicatat ketika mencit berusaha beraktivitas
normal kembali.
VI.
Pembahasan
Praktikum kali
ini mempalajari tentang rute-rute pemberian
obat dan pengaruh cara
pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh.
Pada dasarnya rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang
masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang
digunakan adalah tubuh
hewan (uji in vivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses
metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk
dijadikan sebagai objek pengamatan.
Pemberian obat
pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara oral,
intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Dengan cara oral
(pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum
injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji.
Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah, ekonomis, tidak perlu
steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak dapat mengurangi
kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan usus, menginduksi
mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar. Selain itu obat dapat mengalami
metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu dengan adanya makanan.
Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara
intravena yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena
lateralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh
darah). Keuntungannya obat cepat masuk dan
bioavailabilitas 100%, sedangkan kerugiannya perlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi iritasi ditempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi
kalau diberikan terlalu cepat.
Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara
injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah
kulit). Keuntungannya obat dapat diberikan
dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat
perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi.
Keempat dengan
cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang
digunakan karena rentan menyebabkan infeksi).
Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi
cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Yang kelima atau yang terakhir adalah dengan cara
intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti
paha atau lengan atas. Keuntungan pemberian
obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan pada
pasien sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu
prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
Pada percobaan ini obat yang
digunakan adalah Diazepam. Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi
rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi
bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia
yang refrakter terhadap terapi lazim. Untuk mengatasi bangkitan status
epileptikus pada orang dewasa, disuntikan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5
mg/menit diazepam IV secara lambat. Dosis maksimal 20-30 mg. Sedangkan pada
anak-anak dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,15-0,3 mg/kgBB selama 2
menit dan dosis maksimal 5-10 mg. Diazepam dapat mengendalikan 80-90% pasien
bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5 mg atau 1 mg/kgBB
diazepam untuk bayi dan anak di bawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500
μg/mL dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa
pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi kejang akut, karena kadar
puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Sedangkan efeksamping berat
dan berbahaya dan menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran
nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disampingini terjadi depresi nafas
sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk.
Pada percobaan
ini, dosis obat yang diberikan adalah 10 mg/kgBB hewan uji (untuk
kelompok 1-3) dan 15 mg/kgBB hewan uji (untuk kelompok 4-6). Untuk stock larutan, pada per oral, intravena,
intraperitoneal, intramuskular dan subkutan menggunakan larutan
dengn konsentrasi 5 mg/ml.
Kemudian dihitung jumlah obat yang diberikan kepada hewan uji dengan
menggunakan rumus VAO.
Pada percobaan ini, kelompok kami
menggunakan tiga ekor mencit. Masing-masing mencit diberikan injeksi obat
berbeda-beda. Banyaknya volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit tergantung
dengan berat badan mencit dengan menggunakan rumus VAO. Data yang dihasilkan
untuk volume injeksi mencit berdasarkan
berat badan, yaitu ;
§ Mencit
1 (Secara Subkutan)
-
Berat badan : 0,03 kg
-
Volume injeksi : 0,06
ml
§ Mencit
2 (Secara Intraperitoneal)
-
Berat badan : 0,028 kg
-
Volume injeksi : 0,056
ml
§ Mencit
3 (Secara Intravena)
-
Berat badan : 0,029 kg
-
Volume injeksi : 0,058
ml
Setelah mengetahui volume injeksi
yang diberikan, kita mulai menyuntikan obat dengan menggunakan rute-rute yang
telah ditentukan, yaitu : Subkutan, Intraperitoneal, dan intravena. Kemudian
dihitung waktu timbulnya efek oabat dan habisnya efek yang dari obat yang telah
diberikan. Pada percobaan ini kelompok kami menghasilkan data :
Rute-rute
pemberian obat
|
Waktu
timbulnya efek (menit)
|
Waktu
habisnya efek (menit)
|
Subkutan
|
5
|
39
|
Intraperitoneal
|
2
|
31
|
Intravena
|
7
|
15
|
Berdasarkan hasil percobaan yang
kami lakukan, ternyata pemberian obat dengan cara Intraperitoneal waktu
timbulnya efek lebih cepat dibandingkan dengan rute pemberian obat secara
subkutan dan intravena. Hal ini dikarenakan obat yang disuntikkan dalam rongga
peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan pemberian
obat secara intaperitoneal, ketika disuntikan diazepam mecit terlihat langsung
terlihat tenang. Setelah dua menit mencit terlihat sangat peka terhadap
diazepam, yaitu mencit terlihat tidur, tidak tegak walaupun di beri rangasangan
nyeri. Setelah menit ke sebelas mencit terlihat tenang (tidur) tetapi tegak
kalau diberi rangsangan nyeri (mencit memberikan efek yang sesuai dengan
dugaan). Kemudian, pada menit ke-31 mencit mulai kembali aktif dikarenakan efek
dari obat diazepam telah habis.
Sedangkan pada rute pemberian obat secara
subkutan umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya
bertahan lama. Oleh karena itu waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek
relatif lebih lama dibandingkan dengan intraperitoneal, karena obat diabsorsi
secara lambat dan konstan sehingga efeknya dapat bertahan lama sampai 34 menit
sampai efek obatnya habis. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok kami,
pemberian obat secara subkutan, ketika disuntikan diazepam mencit sangat
resisten (tidak menimbulkan efek). Setelah 5 menit mencit memberikan efek
resisten (tidak tidur tapi mengalami ataksia), setelah menit ke-11 mencit
menimbulkan efek sesuai dengan dugaan (tidur tetapi tegak kalau diberi
rangsangan nyeri). Kemudian pada menit ke-26 sampai menit ke-38 mencit terlihat
lebih tenang dikarenakan efek dari obat diazepam masih ada. Setelah menit
ke-39, mencit mulai kembali aktif dikarenakan efek dari obat diazepam telah
habis.
Sedangkan pada pemberian obat dengan
cara intravena, yang menurut literatur reaksi obatnya akan berlangsung dengan
cepat. Tapi, pada hasil percobaan yang kami lakukan tidak sesuai. Sedangkan
pada pemberian obat secara intravena, kelompok kami memproleh data; waktu yang
dibutuhkan saat menimbulkan efek adalah 7 menit, dan pada menit ke 15 efek dari
obat diazepam sudah habis. Sebenarya pada menit ke-7 sampai menit ke-14 mencit
hanya menimbulkan efek resisten terhadap diazepam hal ini mungkin dikarenakan
pada saat penyuntikan obat tidak masuk sehingga hanya sedikit kadar diazepam
yang masuk kedalam tubuh mencit. Selain itu pada pemberian obat dengan
intravena ini, kami menemukan banyak kesulitan. Terutama pada saat penyuntikan,
jarum suntik yang digunakan kemungkinan kurang tajam sedangkan ekor dari mencit
sangatlah keras sehingga kemungkinan obat yang disuntikan tidak masuk kedalam pembuluh vena pada ekor
mencit. Pada dasarnya diazepam itu
digunakan untuk obat untuk obat sedatif, anti kejang/ antiepilepsi, dan untuk
obat gangguan kecemasan dan gangguan tidur. Sehingga kita bisa melihat efek
dari diazepam pada mencit dengan cara melihat reaksi-reaksi yang di timbulkan
pada mencit.
Selain itu pada percobaan yang kami
lakukan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan sehingga efek yang dihasilkan tidak
sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan cara penyuntikan yang salah dan
pengambilan volume injeksi obat yang tidak sesuai. Selain itu, disebabkan juga
karena kami disini belum begitu mahir dalam melakukan penyuntikan sehingga efek
yang dihasilkan tidak sesuai.
Intravena
- Tidak mengalami tahap absorpsi.
- Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
- Kerugiannya : obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih mudah terjadi. Jika penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih terjadi. Pemberian IV harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi respons penderita.
Intramuskular
- Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi.
- Obat yang sukar larut seperti diazepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
- Obat yang larut dalam air lebih cepat diabsorpsi
Subcutan
- Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan.
- Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan Lebih lama.
- Absorpsi menjadi Lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi.
- Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya.
Intraperitoneal
·
Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP adalah injeksi suatu
zat ke dalam peritoneum (rongga tubuh).
IP injeksi lebih sering digunakan untuk hewan dari pada manusia. Hal ini umumnya disukai ketika jumlah
besar cairan pengganti darah diperlukan, atau ketika tekanan darah rendah atau
masalah lain mencegah penggunaan pembuluh darah yang cocok untuk penyuntikan.
·
Pada hewan, injeksi IP digunakan terutama dalam bidang
kedokteran hewan dan pengujian hewan untuk pemberian obat sistemik dan cairan
karena kemudahan administrasi parenteral dibandingkan dengan metode lainnya.
·
Pada manusia, metode ini banyak digunakan untuk mengelola
obat kemoterapi untuk mengobati kanker, terutama kanker ovarium. Penggunaan khusus ini telah
direkomendasikan, kontroversial, sebagai standar perawatan
VII.
Kesimpulan dan Saran
·
Kesimpulan
1. Pada
penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan
dengan urutan mencit.
2.
Semakin tinggi dosis yang
diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat.
3. Dari
hasil praktikum Onset of action dari
rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat
secara IV.
4. Dari
hasil pengamatan Duration of action
dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute
pemberian obat secara IV.
5. Kesalahan
penyuntikan dapat menyebabkan ketidaktepatan dosis yang diberikan kepada hewan
uji, sehingga hasil yang diperoleh pun tidak akurat.
6. Hampir
semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada system saraf
pusat dengan efek utama: sedasi, hypnosis, pengeurangan tehadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi.
7. Dari data – data hasil praktikum kelompok I, II, III, IV, V dan VI
didapat kesimpulan bahwa pemberian obat secara
Intraperitoneal lebih cepat memberikan efek dibandingkan dengan
pemberian obat secara Intravena.
8. Untuk
durasinya, hasil pengamatan semua kelompok efek obat yang paling cepat hilang yaitu cara intraperitoneal dan yang efeknya lama yaitu
cara intravena.
·
Saran
1. Lebih
berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit
agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki serta
tepatnya sasaran untuk melakukan penyuntikan.
2. Lebih
berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami
kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.
3. Dapat
digantikan atau digunakan turunan barbiturat lainnya maupun obat golongan
sedatif-hipnotik lainnya (seperti benzodiazepin) untuk mengetahui perbandingan onset of action dan duration of action.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia.
Depkes RI : Jakarta
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI
: Jakarta
Ansel, Howard.C.
1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Universitas Indonesia Press : Jakarta
Ernst Mutschler,
1986, Dinamika Obat ; Farmakologi dan
Toksikologi (terjemahan), ITB, Bandung
http://www.wartamedika.com/2008/02/obat-diazepam-valium.html
diakses pada tanggal 30
Maret 2010, pada pukul 16:43
PM
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=29839
diakses pada tanggal 30
Maret 2010, pada pukul 16:43 PM