Epileptika
Tujuan Percobaan
1.
Mengerti dan memahami
manifestasi stimulasi sistem saraf pusat secara berlebihan pada makhluk hidup.
2.
Memperoleh gambaran bagaimana manifestasi
stimulasi berlebihan itu dapat diatasi.
3.
Sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan
coba.
Teori Dasar
Antiepileptik
Definisi
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori. Epilepsi juga merupakan suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik. 2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang. Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsi.
ETIOLOGI
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik.
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
GEJALA
Penyakit Epilepsi
Ada beberapa jenis epilepsi dan yang paling umum adalah bentuk grand mal,
petit mal dan temporal.
- Grand mal. Cirinya adalah kejang kaku bersama kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya kesadaran untuk sementara. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau feses.
- Petit mal. Cirinya serangan yang singkat, antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti mendadak.
- Temporal atau psikomotor. Pada serangan parsial ini, kesadaran menurun hanya untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan tidak sengaja tertentu seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan
listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah
tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang
abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian
otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan
bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis
anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat
menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami
kelainan psikis bisa mengalami dejavu (merasa pernah mengalami keadaan
sekarang di masa yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu
bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke
anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik diotak.
Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya
kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita
menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan
tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami
apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama
beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik,
grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang
terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan
menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. Pada kejang konvulsif,
terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan
sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi
dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya
penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat
lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan
listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan
penyebaran kelainan fungsi.
Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal.
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal.
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yg terkena
|
Gejala
|
Lobus frontalis
|
Kedutan pada otot tertentu
|
Lobus oksipitalis
|
Halusinasi kilauan cahaya
|
Lobus parietalis
|
Mati rasa atau kesemutan di
bagian tubuh tertentu
|
Lobus temporalis
|
Halusinasi gambaran dan
perilaku repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar |
Lobus temporalis anterior
|
Gerakan mengunyah, gerakan
bibir mencium
|
Lobus temporalis anterior
sebelah dalam
|
Halusinasi bau, baik yg
menyenangkan maupun yg tidak menyenangkan
|
PENGOBATAN
Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Obat
epilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi
(epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi;
sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala kejang/konvulsi penyakit lain.
Pasien perlu
berobat secara teratur. Pasien atau keluarganya dianjurkan untuk membuat
catatan tentang datangnya waktu bangkitan epilepsi. Pemeriksaan neurologik
disertai EEG perlu dilakukan secara berkala. Di samping itu perlu berbagai
pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek samping sedini mungkin yang
dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah, maupun kadar obat
dalam darah.
Fenitoin dan
karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi kecuali
terhadap epilepsi petit mal. Jika penyebabnya adalah
tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka keadaan
tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi,
maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.
Jika penyebabnya tidak dapat
disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti-kejang
untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar sepertiga penderita
mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami 1 kali serangan.
Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan.
Status epileptikus merupakan
keadaan darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi
secara intravena. Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan
efek samping. Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada
anak-anak menyebabkan hiperaktivitas. Dilakukan pemeriksaan darah secara
rutin untuk memantau fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang
diminum berdasarkan resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan
obat anti-kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah
jumlah obat anti-kejang di dalam darah. Keluarga
penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan
epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh,
melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di bawah
kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya
dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian
sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal.
Jika ditemukan kelainan otak
yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat serat-serat saraf
yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus kalosum). Pembedahan
dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek sampingnya
tidak dapat ditoleransi.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang
Obat
|
Jenis epilepsi
|
Efek samping yg mungkin
terjadi
|
Generalisata, parsial
|
Jumlah sel darah putih
& sel darah merah berkurang
|
|
Etoksimid
|
Petit mal
|
Jumlah sel darah putih
& sel darah merah berkurang
|
Parsial
|
Tenang
|
|
Generalisata, parsial
|
Ruam kulit
|
|
Generalisata, parsial
|
Tenang
|
|
Generalisata, parsial
|
Pembengkakan gusi
|
|
Generalisata, parsial
|
Tenang
|
|
Kejang infantil, petit mal
|
Penambahan berat badan,
rambut rontok
|
Obat saraf golongan antikonvulsan / obat epilepsi
Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi
2 yaitu
- Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi
- Dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
DIAZEPAM
Diazepam (Farmakope Indonesia edisi ketiga 1979;hal 211)
Sinonim:
7-klor 1-3 dihidro 1-metil 5-fenil 2H 1,4 benzoldiazepin 2-on.
Rumus
molekul: C16H13ClN2O
Berat molekul: 284,74
Diazepam mengandung tidak kurang dari 99% dan
tidak lebih dari 101% C16H13ClN2O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Profil Farmakokinetika
- Absorpsi: Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau gangguan tidur, hipnotik-sedatif biasanya diberikan peroral. Benzodiazepin merupakan obat-obat basa lemah dan diabsorpsi sangat efektif pada PH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Kecepatan absorpsi benzodiazepine yang diberikan per oral berbeda tergantung pada beberapa factor termasuk sifat kelarutannya dalam lemak.
- Distribusi: Transpor hipnotik sedative didalam darah adalah proses dinamika dimana banyaknya molekul obat masuk dan meninggalkan jaringan tergantung pada aliran darah, tingginya konsentrasi, dan permeabilitas. Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 - 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secara luas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.
- Biotransformasi: Metabolisme hati yang bertanggung jawab terhadap pembersihan atau eliminasi dari semua benzodiazepine. Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP. Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam & oksazepam.
- Ekskresi: Metabolit benzodiazepine dan hipnotik-sedatif lain yang larut dalam air diekskresikan terutama melalui ginjal.
Diazepam
diabsorpsi dengan cepat secara lengkap setelah pemberian peroral dan puncak
konsentrasi dalam plasmanya dicapai pada menit ke 15-90 pada dewasa dan menit
ke-30 pada anak-anak. Perbedaan jenis
kelamin juga harus dipertimbangkan. Bioavailabilitas obat dalam bentuk sediaan
tablet adalah 100%. Range t1/2 diazepam
antara 20-100 jam dengan rata-rata t1/2-nya adalah 30 jam. Metabolisme utama
diazepam berada di hepar, menghasilkan tiga metabolit aktif. Enzim utama yang
digunakan dalam metabolisme diazepam adalah CYP2C19 dan CYP3A4.
N-Desmetildiazepam (nordiazepam) merupakan salah satu metabolit yang memiliki
efek farmakologis yang sama dengan diazepam, dimana t1/2-nya lebih panjang
yaitu antara 30-200 jam. Ketika diazepam dimetabolisme oleh enzim CYP2C19
menjadi nordiazepam, terjadilah proses N-dealkilasi. Pada fase eliminasi baik
pada terapi dosis tunggal maupun multi dosis, konsentrasi N-Desmetildiazepam
dalam plasma lebih tinggi dari diazepam sendiri. N-Desmetildiazepam dengan bantuan enzim CYP3A4 diubah menjadi
oxazepam, suatu metabolit aktif yang dieliminasi dari tubuh melalui proses
glukuronidasi. Oxazepam memiliki estimasi t1/2 antara 5-15 jam. Metabolit yang
ketiga adalah Temazepam dengan estimasi t1/2 antara 10-20 jam. Temazepam dimetabolisme
dengan bantuan enzim CYP3A4 dan CYP 3A5 serta mengalami konjugasi dengan asam
glukuronat sebelum dieliminasi dari tubuh.
Diazepam secara
cepat terdistribusi dalam tubuh karena bersifat lipid-soluble, volume
distribusinya 1,1L/kg, dengan tingkat pengikatan pada albumin dalam plasma
sebesar (98-99%). Diazepam diekskresikan melalui air susu dan dapat menembus
barier plasenta, karena itu penggunaan untuk ibu hamil dan menyusui sebisa
mungkin dihindari. Di dalam tubuh embrio
bahan metabolit tersebut berpotensi menginhibisi neuron, meningkatkan pH di
dalam sel, dapat bersifat toksik. Dengan terinhibisinya neuron maka akan
terganggu pula transfer neurotransmiter untuk hormon-hormon pertumbuhan,
sehingga mengakibatkan pertumbuhan embrio yang lambat. Dengan pH yang tinggi
mengakibatkan sel tidak dapat tereksitasi, sehingga kerja hormon pertumbuhan
juga terganggu yang akhirnya pertumbuhan janin juga terganggu. Pada trimester
pertama masa kehamilan merupakan periode kritis maka bahan teratogen yang
bersifat toksik akan mempengaruhi pertumbuhan embrio, bahkan dapat
mengakibatkan kematian janin.Efek samping ringan Diazepam dapat terjadi pada
konsentrasi plasma mencapai 50-100μg/L, tetapi ini juga tergantung pada
sensitivitas setiap individual. Efek anxiolitik terlihat pada penggunaan secara
long-term dengan konsentrasi 300-400μg/L. Diazepam ini tidak boleh digunakan
dalam jangka waktu yang panjang (tidak boleh lebih dari 3 bulan), karena
berakibat buruk bagi tubuh penderita. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena
t1/2 diazepam yang cukup panjang, ditambah lagi t1/2 N-Desmetildiazepam yang
lebih panjang yaitu, 2 kali t1/2
Diazepam. Hal ini berarti setelah konsentrasi diazepam dalam tubuh habis untuk
menghasilkan efek, masih dapat dihasilkan efek bahkan sebesar 2 kalinya yang
diperoleh dari N-Desmetildiazepam sebagai metabolit aktif diazepam. Ditambah lagi persentase metabolit yang
terikat protein dalam plasma (97%), lebih sedikit daripada prosentase diazepam
yang terikat protein plasma (98%-99%). Oleh karena itu penggunaan diazepam
dalam terapi pengobatan harus ekstra berhati-hati, yaitu perlu dipertimbangkan
adanya efek yang ditimbulkan oleh metabolit aktif Diazepam, untuk itu mungkin
perlu dilakukan kontrol terhadap konsentrasi diazepam dan metabolitnya dalam plasma.
Farmakodinamik
(Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi
Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC)
·
Mekanisme kerja:
Pengikatan GABA
(asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan membuka salutan
klorida, meningkatkan efek konduksi korida. Aliran ion klorida yang masuk
menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang
letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikat pada
sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membrane sel, yang terpisah tetapi
dekat reseptor GABA. Reseptor
benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron
GABA. Peningkatan benzodiazepine memacu afinitas reseptor GABA untuk
neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan
lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan
menghambat letupan neuron. (Mycek, 2001) Diazepam
bekerja pada reseptor di otak yang disebut reseptor GABA. Hal ini menyebabkan
pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA di dalam otak.
Neurotransmiter merupakan bahan kimia
yang disimpan dalam sel-sel saraf di otak dan sistem saraf. Mereka yang
terlibat dalam transmisi pesan antara sel saraf. GABA adalah neurotransmitter yang berfungsi sebagai alami 'saraf-menenangkan'
agen. Ini membantu menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan terlibat dalam
mendorong kantuk, mengurangi kecemasan dan relaksasi otot.
Sebagai
diazepam meningkatkan aktivitas GABA dalam otak, meningkatkan efek menenangkan
dan hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan relaksasi otot.
·
Efek terhadap organ
a. Sedasi: Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan respons terhadap tingkat stimulus
yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan tingkah laku ini terjadi pada
dosis efektif hipnotik sedative yang terendah.
b. Hipnotis: Berdasarkan definisi, semua hipnoik sedative akan menyebabkan
tidur jika diberikan pada dosis yang cukup tinggi.
c. Anastesi: Benzodiazepin tertentu, termasuk
diazepam dan midazolam telah digunakan secara intravena dala anastesi.
Benzodiazepin yang digunakan dalam dosis tinggi sebagai pembantu untuk anastesi
umum, bisa menyebabkan menetapnya depresi respirasi pasca anastesi. Hal ini
mungkin berhubungan dengan waktu paruhnya
yang relative lama dan pembentukan metabolit aktif.
d. Efek antikonvulsi: Kebanyakan hipnotik
sedative sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran aktivitas
epileptiformis dalam susunan saraf pusat. Ada sejumlah selektivitas pada obat
tertentu yang dapat menimbulkan efek antikonvulsi tanpa depresi susunan saraf
pusat yang jelas sehingga aktivitas fisik dan mental relative tidak
dipengaruhi. Diazepam mempunyai kerja
selektif yang berguna di klinik untuk menanggulangi keadaan bangkitan kejang.
e. Relaksasi otot: Benzodiazepin merelaksasi
otot volunter yang berkontraksi pada penyakit sendi atau spasme otot.
f.
Efek pada fungsi respirasi dan
kardiovaskular: Pada dosis terapeutik dapat menimbulkan depresi pernapasan pada
penderita paru obstruksi.
AMINOPHYLLIN
NAMA DAGANG : Amicain,
Aminophyllinum, Phyllocontin
Cara
pemberian :
1. Oral : dapat digunakan bersama dengan
makanan
2. Intravenous:
*
Dapat diberikan dengan injeksi lambat IV bolus atau dapat diberikan dengan IV
infus
*
Jangan dicampur dengan obat lain didalam syringe
* Hindari penggunaan obat-obat
yang tidak stabil dalam suasana asam bersamaan dengan aminofilin
* Jangan digunakan jika terdapat kristal yang terpisah dari larutan
* Jangan digunakan jika larutan tidak jernih.
DOSIS
:
Dewasa
: Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin.
Injeksi IV pelan : 250-500mg (5 mg/kg) (diinjeksikan lebih dari 20 menit)
dengan monitoring ketat, selanjutnya dapat diikuti dengan dosis pada asma akut
berat.
Dewasa
: Asma akut berat : IV infus 500 mcg/kg/jam (dengan monitoring ketat)
disesuaikan dengan konsentrasi plasma Teofilin.
Anak-anak
: Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin.
Injeksi IV pelan : 5 mg/kg (diinjeksikan lebih dari 20 menit) dengan
monitoring ketat, selanjutnya dapat diikuti dengan dosis pada asma akut berat.
Anak-anak
: Asma akut berat: IV infus: anak usia 6 bulan - 9 tahun 1mg/kg/jam anak usia
10 - 16 tahun 800 mcg/kg/jam disesuaikan dengan konsentrasi teofilin dalam
plasma.
Efek samping
serius : Cardiovascular : Atrial fibrilasi, Bradiaritmia apabila administrasi
terlalu cepat dapat menyebabkan Cardiac arrest, Takiaritmia Dermatologic :
Erythroderma; Gastrointestinal : Necrotizing enterocolitis in fetus OR newborn;
Immunologic : Immune hypersensitivity reaction; Neurologic : perdarahan pada
intracranial, kejang.
INTERAKSI
Dengan Obat Lain :
Dengan Obat Lain :
Obat-obat
yang dapat meningkatkan kadar Teofilin: Propanolol, Allopurinol
(>600mg/day), Erythromycin, Cimetidin, Troleandomycin, Ciprofloxacin
(golongan Quinolon yang lain), kontrasepsi oral, Beta-Blocker, Calcium Channel
Blocker, Kortikosteroid, Disulfiram, Efedrin, Vaksin Influenza, Interferon,
Makrolida, Mexiletine, Thiabendazole, Hormon Thyroid, Carbamazepine, Isoniazid,
Loop diuretics. Obat lain yang dapat menghambat Cytochrome P450 1A2, seperti:
Amiodaron, Fluxosamine, Ketoconazole, Antibiotik Quinolon).
Obat-obat
yang dapat menurunkan kadar Teofilin: Phenytoin, obat-obat yang dapat
menginduksi CYP 1A2 (seperti: Aminoglutethimide, Phenobarbital, Carbamazepine,
Rifampin), Ritonavir, IV Isoproterenol, Barbiturate, Hydantoin, Ketoconazole,
Sulfinpyrazone, Isoniazid, Loop Diuretic, Sympathomimetics.
Dengan
Makanan :
Hindari
konsumsi Caffein yang berlebihan. Hindari diet protein dan karbohidrat yang
berlebihan. Batasi konsumsi charcoal-broiled foods
MEKANISME KERJA
Teofilin,
sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan
cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas
(suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui
secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim
yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain
bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain. Teofilin juga
dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca
melalui Adenosin-mediated Chanels
Pembahasan
Pada
praktikum kali ini tentang memahami
stimulasi sistem saraf pusat dan
antiepileptika serta mendiagnosa sebab kematian hewan percobaan. Dimana disini
yang di gunakan sebagai hewan percobaan adalah mencit. Obat yang efek utamanya
terhadap susunan saraf pusat yaitu stimulasi susunan saraf pusat dan
antiepileptikum.
Pada
stimulan susunan saraf pusat beberapa obat memperlihatkan efek perangsang
susunan saraf pusat yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat lain
memperlihatkan efek perangsangan SSP sebagai efek samping.
Sedangkan Epilepsi dari bahasa yunanii adalah
seragan atau sawan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan
berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak
dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai
pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Lazimnya
pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam
kelompok-kelompok kecil, yang memberikan ritme normal pada elektroencefalogram
(EEG).
Epilepsi dikelompokkan
menjadi 2 kelompok besar :
a. Parsial
·
Parsial Sederhana
·
Parsial komplek
b. Generalisata
·
Tonik Klonik (Grand mal)
·
Absence (Petit mal)
Pada
pecobaan kali ini obat yang kita gunakan adalah Aminofilin yang merupakan
turunan dari teophilin yang bersifat menstimulasi sistem saraf pusat, sampai
batas tertentu sifat ini dapat diterapkan untuk mengatasi depresi sistem saraf
pusat yang berlebihan. Dimana jika dosis
yang di berikan tinggi pada makhluk hidup mengakibatkan kejang tonik dan
klonik. Dan jga obat Diazepam, salah
satu Benzodiazepin, relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks
polisinaptik di sumsum tulang belakang dan mengurangi aktivitas neuron sistem
retikular di mesensefalon, hingga Diazepam dapat digunakan untuk mengatasi
kejangan yang disebabkan Aminofilin.
Untuk
masing-masing kelompok dosis yang diberikan berbeda-beda. Dosis yang di berikan
dari dosis yang rendah sampai dosis yang tinggi. Dosis diazepam yang di gunakan
adalah 10 mg/kgBB untuk semua kelompok, sedangkan untuk Aminofilinnya diberikan
berbeda-beda pada tiap kelompok. Untuk
kelompok kami menggunakan dosis aminofilin 250 mg/kgBB dan [] nya 24 mg/ml.
Pada percobaan ini hewan yang digunakan adalah 2 ekor mencit.
Pada
prosedur pengerjaan setiap mencit ditimbang dan dihtung VAO nya. Kemudian
disuntikkan obatnya. Untuk penyuntikan dilakukan dengan 2 cara penyuntikan,
yang pertama mencit hanya disuntik
menggunakan Aminofilin saja, yang kedua mencit disuntik dulu dengan Diazepam
kemudian setelah 10 menit baru disunti dengan Aminofilin. Kemudian diamati apa
yang terjadi.
Untuk
kelompok 1, 2 dosis Aminofilin yang digunakan
yaitu 200 mg/kgbb, kelompok 3 dan 4 dosis Aminofilin yang digunakan yaitu 250 mg/kgbb, kelompok 5 dan 6 dosis
Aminofilin yang digunakan yaitu 350 mg/kgbb. Untuk kelompok 1, 2 dan 3 mencit yang disuntikan dengan Diazepam + Aminofilin tidak ada yang mati, begitu pula yang hanya disuntikan dengan
Aminofilin saja, ini disebabkan karena dosis Aminofilin yang di berikan ke
mencit adalah dosis rendah, tapi pada kelompok 4 biarpun dosis yang diberikan
rendah, untuk mencit yang disuntikan dengan Aminofilin mencitnya mati.
Kemungkinan ini juga disebabkan oleh mencit kelompok 4 pada penyuntikan
Diazepam nya tidak masuk atau karena salah dalam prosedur penyuntikan.
Untuk
kelompok kami, yaitu kelompok 3. Pada mencit ke 1 disuntikan dengan Aminofilin
sebanyak 0,34. Pada tiap menit yang telah diamati, Mencit tenang berjalan
sempoyongan, Detak jantung berdegub kencang, Detak jantung semakin cepat,
gelisah, mudah terkejut, Seluruh badan menggigil, sesekali mengalami kejang,
Kelopak mata mencit mengecil, sulit berjalan, kejang2 semakin sering, Kelopak
mata masih kecil, tetapi degub jantung mulai stabil, Degub Jantung stabil,
tidak lagi menggigil, tetapi masih
lemah.
Pada
mencit ke 2 disuntiikan dengan Diazepam terlebih dahulu sebanyak 0.077 setelah
10 disuntik dengan Aminofilin sebanyak 0,401. Pada mencit setelah disuntik
dengan Diazepam pada setiap menit yang diamati mencit mulai tenang, bernafas
dengan cepat dan lama kelamaan sangat tenang. Setelah menit ke 10 mencit
disuntik dengan Aminofilin, pada tiap detik yang diamati, pada menit ke 13
mencit awalnya diam, diberi rangsangan masiih merespon,pada menit ke 16 mencit
mulai gelisah, berjalan sempoyongan dan bernafas dengan cepat, menit ke 18
nafas semakin cepat di beri rangsangan takut, menit ke 48 mencit mulai
gemetaran dan nafas semakin lebih cepat (Tremor), dan setelah 1 jam mencit
kembali normal.
Sedangkan
kelompok 5 dan 6 diberikan dosis yang
lebih tinggi dari kelompok 1, 2, 3, dan 4.
Untuk kelompok 5 mencit 1 yang disuntik dengan Aminofilin saja
mati, waktu nya juga berlangsung dengan
cepat, ini disebabkan mencit kelompok 5 ini memang sudah tidak sehat lagi, jadi
proses dari reaksi obat juga cepat, sedangkan mencit 2 yang disuntikan dengan
Diazepam + Aminofilin awalnya masih bertahan hidup, tapi setelah beberapa menit mencitnya mati. Ini
sama halnya dengan mencit yang 1, karena kondisi mencit sendiri memang sudah
sakit. untuk kelompok 6 mencit 1 yang
disuntik dengan Diazepam + Aminofilin juga mati, sedangkan mencit 2 yang
disuntikan dengan Aminofilin saja juga
mati dengan waktu yang sangat cepat.
Pada
hasil pengamatan dapat disimpulkan, Untuk kelompok 5 dan 6 mencitnya termasuk
kedalam jenis epilepsi Grand mal, dengan bercirikan kejang kaku bersamaan
dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus, bernafas
semakin cepat. Dimana terjadinya kejang
tonik yang kemudian di ikuti kejang klonik. Untuk kejang tonik ini terjadi
dengan bercirikan bernafas dengan cepat, kejang dengan kejutan-kejutan ritmis
setelah itu baru terjadi kejang klonik yang terjedi setelah kejang tonik dimana
bernafasnya sangat cepat, kejangnya
tidak berhenti, kesadaran sudah hilang, dan mata sudah menutup.
Untuk
kelompok 1, 2, 3 dan 4 mencitnya termasuk dalam jenis epilepsi Parsial, dengan
bercirikan tidak kehilangan kesadaran, kesadarannya hanya menurun untuk
sebagian tanpa hilangnya ingatan, dengan memperlihatkan kelakuan otomatis
tertentu seperti berjalan linglung, aktivitas abnormal dari bagian badan atau
kelompok otot-otot tertentu, gangguan fungsi motorik gerakan menyunyah, diare
dan urinasi.
Dari
semua percobaan yang dilakukan pada hewan percobaan, Diazepam ini menghambat
aktivitas bangkitan yang di induksi oleh Aminofilin dan memaksimalkan aktivitas
gerakan otot. Dimana mekanisme kerjanya merupakan potensial inhibisi neuron
dengan GABA sebagai mediatornya. Dimana setelah disuntikan Diazepam dan 10 menit kemudian di suntikan
Aminofilin dengan dosis rendah mencit tidak mati hanya mengalami tremor saja.
Sedangkan jika di berikan dalam dosis yang besar mencit mati. Untuk mencit yang
disuntikan langsung dengan Aminofilin dengan dosis yang rendah mencit tidak
mati hanya tremor saja, sedangkan jika disuntikan dengan dosis tinggi mencit
mati.
Penggunaan
Diazepam itu sendiri yaitu untuk mengatasi kejangan yang disebabkan Aminofilin.
Diazepam merupakan relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks
polisinaptik disumsum tulang belakang dan mengurangi aktivitas neuron sistem
retikular di mesensefalon. Sedangkan Aminofilin sendiri untuk obat asma. Dimana
jika diberikan pada dosis yang tinggi pada makhluk hidup mangakibatkan kejang
tonik dan klonik. Kematian dapat terjadi kejangan tonik yang meliputi
keseluruhan otot kerangka, termasuk otot pernafasan berlangsung lama, sehingga
kematian bisa terjadi akibat tidak bisa
bernafas.
Penggunaan
Diazepam dengan dosis yang diberikan 10 mg/kgBB ini untuk kelompok 5 dan 6
tidak juga bisa mengatasi kekejang akibat disuntikan Aminofilin. ini terjadi
karena dosis Aminofilin yang diberikan
tinggi sedangkan dosis Diazepam yang di berikan rendah, sehingga kekejangan
yang terjadi tidak bisa diatasi. Sedangkan kelompok 1, 2, 3, dan 4 dosis yang
di berikan seimbang sehingga Diazepam bisa mengatasi kekejangan yang terjadi yang disebabkan oleh Aminofiilin.
Kesimpulan
1. Pada Rentang
Dosis Lazim,obat-obat yang bersifat stimulan psikomotor dari SSP dapat
diterapkan untuk mengatasi depresi sistem saraf pusat yang berlebihan, Namun
dengan pemberian dalam dosis tinggi pada makhluk hidup dapat mengakibatkan
toxic dan letal dosis , dimana manifestasinya dapat berupa kejang
parsial,generalisata (tonik dan klonik). Contohnya seperti Aminofilin.
2. Untuk
mengurangi,menahan atau mengatasi manifestasi berlebihan tersebut dapat
diberikan obat antiepileptik ataupun yang dapat menghasilkan efek ansiolitik, sedatif,
hipnotik, relaksan otot skelet dan antikonvulsan seperti Diazepam .
3. Kematian dari
Hewan coba (mencit) dikarenakan Dosis berlebihan dari stimulan psikomotor
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang tonik yang meliputi keseluruhan otot
kerangka termasuk otot pernafasan,sehingga kematian terjadi karena akibat tidak
bisa bernafas.
4. Mencit 1 dengan pemberian dosis Diazepam
terlebih dahulu lalu pemberian dosis berlebih Aminofilin untuk kelompok
1,2,3&4 efek yang ditimbulkan hanya tremor dan ataksia sedangkan untuk
kelompok 5&6 mulanya efek yang ditimbulkan tremor dan
hilangnya kesadaran namun setelah agak lama baru mengalami
kejang dengan kecepatan kejang yang lebih cepat ,waktu mula timbulnya
kejang juga lebih cepat, kejang yang dialami merupakan kejang parsial komplek
bahkan mengalami kejang generalisata (Tonik Klonik
dan Absence) dan mati.
5. Mencit 2 dengan pemberian dosis berlebih dari
Aminofilin mengalami kejang waktu yang lebih lama dengan kecepatan kejang yang
lebih cepat ,waktu mula timbulnya kejang juga lebih cepat, kejang yang dialami
merupakan kejang parsial komplek bahkan mengalami kejang generalisata (Tonik Klonik dan Absence) dan mati.
Daftar Pustaka
1.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FKUI.2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2. Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat,.Bandung:
ITB
3.
Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat
Penting Edisi 6 . Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
4.
http://gooddic.wordpress.com/2009/12/24/epilepsi-dan-terapi-antiepilepsi/ (diakses pada 23 April 2011)
5.
http://repository.ui.ac.id (diakses pada 23 April 2011)