Midriatik Miotik
I. TUJUAN
-
Memahami
kerja obat kolonergik dan antikolergik pada hewan percobaan
-
Mengamati
efek midratik dan miosis pada pupil mata
II.
LANDASAN TEORI
Midriatik adalah golongan obat yang mempengaruhi dilatasi atau ukuran pupil
bola mata, da pat membesar (midrasis) atau mengecil (miosis).
Obat parasimpatis itu
sendiri dibagi dalam 2 kelompok besar yakni:
A. Kolinergik
B. Antikolinergik
Obat-obat kolinergik
dan antikolinesterase
Obat otonom yang
merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Ester kolin dalam
golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta karbakol. Indikasi
obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld, trombofleibitis),
meteorismus, retensi urin, feokromositoma
2. antikolinesterase,
dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin (neostigmin) dan
diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan menghambat
kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan
perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin,
piridostigmin menghambat secara reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun,
sarin) dan insektisida organofosfat (paration, malation, tetraetilpirofosfat
dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara irreversibel. Indikasi
penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan
fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya
digunakan prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk
didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat ini yang dipakai
hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.
Kolinergik/ Parasimpatikomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis(SP), karena
melepaskan Asetilkolin( Ach ) di ujung-ujung neuron. dimana tugas utama SP
adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya,
singkatnya asimilasi.
Efek kolinergis yang terpenting adalah:
Efek kolinergis yang terpenting adalah:
- stimulasi pencernaan, dengan cara memperkuat
peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung(HCl), juga sekresi air
mata.
- memperlambat sirkulasi, dengan cara mnegurangi kegiatan jantung,
- memperlambat sirkulasi, dengan cara mnegurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah.
- memperlambat pernafasan, dengan cara
mengecilkan bronchi sedangkan sekresi dahak diperbesar.
- kontraksi otot mata, dengan cara miosis(
penyempitan pupil) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya
pengeluaran air mata.
- kontraksi kandung kemih dan ureter, dengan cara memperlancar pengeluaran urin
- kontraksi kandung kemih dan ureter, dengan cara memperlancar pengeluaran urin
dilatasi pembuluh dan
kontraksi otot kerangka.
- menekan SSP (Sistem Saraf Pusat), setelah
stimulasi pada permulaan.
Setelah mengetahui efek obat kolinergis, kita akan beralih ke reseptor-reseptor
kolinergis yang merupakan tempat substrat obat menempel supaya "obat"
dapat menghasilkan efek yang kita inginkan.
Reseptor kolinergis dibagi 2 yakni:
Reseptor kolinergis dibagi 2 yakni:
Reseptor Muskarin (M)
Berada pada neuron post-ganglion dan dibagi 3 subtipe, yaitu Reseptor M1, M2,
dan M3 dimana masing-masing reseptor ini memberikan efek berbeda ketika
dirangsang.
Muskarin (M) merupakan
derivat furan yang bersifat toksik dan terdapat pada jamur Amanita muscaria
sebagai alkaloid.
Reseptor akan memberikan efek-efek seperti diatas setelah mengalami aktivasi oleh neurotransmitter asetilkolin(Ach).
Reseptor akan memberikan efek-efek seperti diatas setelah mengalami aktivasi oleh neurotransmitter asetilkolin(Ach).
Reseptor Nikotin (N)
Berada pada pelat ujung-ujung myoneural dan pada ganglia otonom.
Stimulasi reseptor ini oleh kolinergik (neostigmin dan piridostigmin) yang akan menimbulkan efek menyerupai adrenergik, berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi, penguatan kegiatan jantung, stimulasi SSP ringan.
Stimulasi reseptor ini oleh kolinergik (neostigmin dan piridostigmin) yang akan menimbulkan efek menyerupai adrenergik, berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi, penguatan kegiatan jantung, stimulasi SSP ringan.
Efek Nikotin dari ACh
juga terjadi pada perokok, yang disebabkan oleh jumlah kecil nikotin yang
diserap ke dalam darah melalui mukosa mulut.
Penggolongan
Kolinergika dapat pula dibagi menurut cara kerjanya, dibagi menjadi zat-zat bekerja langsung dan zat-zat bekerja tak langsung.
1. Bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin. Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama seperti efek muskarin dari ACh.
Penggolongan
Kolinergika dapat pula dibagi menurut cara kerjanya, dibagi menjadi zat-zat bekerja langsung dan zat-zat bekerja tak langsung.
1. Bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin. Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama seperti efek muskarin dari ACh.
2. Bekerja tak-langsung: zat-zat
antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, piridostigmin. Obat-obat ini
menghambat penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara.
Setelah habis teruraikan oleh kolinesterase, ACh akan segera dirombak kembali.
Ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara ireversibel, misalnya parathion
dan organofosfat lain. Kerjanya cukup panjang dengan cara membuat enzim baru
lagi dan membuat enzim baru lagi.
Penggunaan
Obat-Obat kolinergik digunakan pada penyakit glaukoma, myasthenia gravis, demensia Alzheimer dan atonia.
Penggunaan
Obat-Obat kolinergik digunakan pada penyakit glaukoma, myasthenia gravis, demensia Alzheimer dan atonia.
1. Glaukoma
merupakan penyakit
yang bercirikan peningkatan tekanan cairan mata intraokuler(TIO) diatas 21
mmHg, yang menjepit saraf mata. Saraf ini berangsur-angsur dirusak secara
progresif sehingga penglihatan memburuk dan menyebabkan kebutaan.
Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik
(dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik, penghambat
parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk
(1). mendapatkan efek
perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal
pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek
sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak
beladona, oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini
untuk merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan
sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas
(mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular
(meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah),
saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi
liur dan menghambat sekresi asam lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih
selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis
obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai
antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum,
karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
Obat-obat Golongan
Midriatik-Miatik
ATROPINI SULFAS
GOLONGAN : K
KANDUNGAN : Atropine
sulfat
INDIKASI :
Spasme/kejang pada
kandung empedu, kandung kemih dan usus, keracunan fosfor organik.
KONTRA INDIKASI :
Glaukoma sudut
tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih, atoni (tidak
adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus paralitikum,
asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan
ginjal yang serius.
PERHATIAN :
Beresiko menyebabkan panas tinggi, gunakan dengan hati-hati pada pasien terutama anak-anak, saat temperatur sekitarnya tinggi.
Usia lanjut dan pada kondisi pasien dengan penyakit sumbatan paru kronis yang terkarakterisa oleh takhikardia.
Beresiko menyebabkan panas tinggi, gunakan dengan hati-hati pada pasien terutama anak-anak, saat temperatur sekitarnya tinggi.
Usia lanjut dan pada kondisi pasien dengan penyakit sumbatan paru kronis yang terkarakterisa oleh takhikardia.
INTERAKSI OBAT :
- Aktifitas
antikolinergik bisa meningkat oleh parasimpatolitikum lain.
- Guanetidin, histamin, dan Reserpin dapat mengantagonis efek penghambatan antikolinergik pada sekresi asam lambung.
- Guanetidin, histamin, dan Reserpin dapat mengantagonis efek penghambatan antikolinergik pada sekresi asam lambung.
- antasida bisa
mengganggu penyerapan Atropin.
EFEK SAMPING :
Peningkatan tekanan
intraokular, sikloplegia (kelumpuhan iris mata), midriasis, mulut kering,
pandangan kabur, kemerahan pada wajah dan leher, hesitensi dan retensi urin,
takikardi, dada berdebar, konstipasi/sukar buang air besar, peningkatan suhu
tubuh, peningkatan rangsang susunan saraf pusat, ruam kulit, muntah, fotofobia
(kepekaan abnormal terhadap cahaya).
INDEKS KEAMANAN PADA
WANITA HAMIL :
Penelitian pada hewan
menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau embriosidal atau
lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian
pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya
keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
Atropin sulfat menyebabkan midrasis dan termasuk kedalam golongan obat
antikolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik. Antimuskarinik ini
memperlihatkan efek sentral terhadap susunan syaraf pusat yaitu merangsang pada
dosis kecil dan mendepresi pada dosis toksik.
PILOKARPIN HIDROKLORIDA
Digunakan secara topikal pada
kantung konjungtiva sebagai larutan tetes mata. Kelebihan larutan di sekitar
mata harus dibuang dengan tissue dan obat yang terkena tangan harus segera
dicuci.
Farmakokinetik
- Penurunan tekanan intraokular maksimum terjadi dalam 1,5 –
2 jam setelah
pemberian ke sistem okular dan biasanya bertahan selama 7
hari. (AHFS, p. 2719).
Pilocarpini
hydrochloridum
·
pilokarpin monohidroklorida, C11H16N2O2.HCl, BM
244.72.
·
Pemerian: hablur tidak berwarna, agak
transparan, tidak berbau; rasa agak
pahit; higroskopis dan dipengaruhi oleh cahaya, bereaksi
asam terhadap kertas lakmus.
·
Jarak lebur: antara 199 ° dan 205 °
·
Kelarutan: sangat mudah larut dalam air, mudah
larut dalam etanol; sukar
larut dalam kloroform; tidak larut dalam eter. Larut 1 dalam
0,3 air; 1 dalam
alkohol; dan 1 dalam 360 kloroform.
·
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup
rapat, tidak tembus cahaya.
·
pH larutan 5 % dalam air antara 3,5 dan 4,5.
(Martindale, p. 1396).
·
pH larutan tetes mata 3,5 – 5,5. (TPC, p. 1005).
·
Stabilitas: mengalami hidrolisis yang
dikatalisis oleh ion hidrogen dan
hidroksida, terjadi epimerisasi pada pH basa. Peningkatan
temperatur akan
meningkatkan kecepatan hidrolisis bila pH larutan 10,4. pH
stabilitas maksimum 5,12.
·
Inkompatibilitas: inkompatibel dengan
klorheksidin asetat dan garam
fenilmerkuri, juga dengan alkali, iodin, garam perak dan
klorida merkuri.
·
Ekivalensi NaCl untuk Pilokarpin HCl 2 % = 0,23
dan ΔTf-nya = 0,26 °.
III. ALAT
dan BAHAN
ALAT
Tikus 1 Ekor
Penggaris
Senter
|
BAHAN
AtropinSulfat 2 %
PilokarpinHCl
|
IV.
PROSEDUR
KERJA
V. HASIL PENGAMATAN
Diket :
Antropin : 1 %
Pilokarpin : 2 %
|
Kel 1
|
Kel 2
|
Kel 3
|
Kel 4
|
Kel 5
|
Kel 6
|
normal
|
0,3
|
0,1
|
0,1
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
atropin
|
0,4
|
0,5
|
0,8
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
Pilokarpin
|
0,3
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikm kali ini di lakukan
percobaan Midriatik dan Miotik. Midriatik adalah golongan obat yang
mempengaruhi dilatasi atau ukuran pupil bola mata dapat membesar (midriasis).
Sedangakan miotik adalah golongan obat yang mempengaruhi kontraksi atau ukuran
pupil bola mata dapat mengecil (miosis).
Pada percobaan ini menggunakan
dua macam obat yaitu Atropin Sulfat dan Pilokarpin HCl. Hewan yang digunakan
untuk percobaan ini adalah tikus. Pada percobaan ini langkah pertama yang di
lakukan adalah menentukan letak pupil bola mata tikus terlebih dahulu.
Kemudian di ukur dengan menggunakan
penggaris diameter pupil terhadap cahaya
gelap (tidak menggunakan senter), kemudian di lakukan uji reflex pupil terhadap
cahaya terang (dengan menggunakan senter). Kemudian di bandingkan ukuran pupil
pada saat sebelum di beri cahahaya dan setelah di beri cahaya.
Setelah di amati keadaan pupil
awal, kemudian larutan obat di teteskan ke cairan konjungtival, dengan cara di
pegang matanya supaya terbuka dan tahan kira-kira 1 menit supaya obat nya
masuk. Setelah itu diamati reaksi yang terjadi pada pupil mata tikus tadi,
dengan cara dibandingkan keadaan pupil awal sebelum ditetesi dengan cairan obat
dengan setelah di tetesi dengan cairan obat.
Pada pemberian cairan obat dengan
Atropin sulfat, terlihat pupil mata dari tikus membesar setelah setelah di beri
cairan obat (Atropin Sulfat). Setelah di ukur, pada kelompok kami di dapatkan
hasil pengamatan pupil mata tikus membesar dari ukuran pupil normalnya dari 0,1
cm menjadi 0,8 cm hampir mendeketati ukuran kornea bola mata dari tikus.
Atropin sulfat atau Alkaloid
Belladona ini, kerjanya menghambat M.constrictor pupillae dan M.ciliaris lensa
mata, sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralisis mekanisme
akomodasi). Midriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan sikloplegia
menyebabkan hilangnya kemampuan melihat jarak dekat. Pada umumnya sesudah
pemberian 0,6 mg atropin SK pada mulanya terlihat efek pada kelenjar eksokrin,
terutama hambatan salivasi, serta bradikardia akibat perangsangan Nervus vagus.
Midriasis baru terlihat dengan dosis yang lebih tinggi ( >1 mg). Mula
timbulnya midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan hilangnya lebih lambat
dari pada hilangnya efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal pada mata menyebabkan
perubahan yang lebih cepat dan
berlangsung lama sekali (7-12 hari), karena atropin sukar dieliminasi dari
cairan bola mata. Midriasis oleh alkaloid belladonna dapat diatasi dengan
pilokakarpin, eserin, atau DFP. Tekanan intraocular pada mata yang normal tidak
banyak mengalami perubahan. Tetapi, pada pasien glaucoma, terutama pada
glaucoma sudut sempit, penyaliran cairan intraocular melaui saluran Schlemm
akan terhambat karena muaranya terjepit dalam keadaan midriasis. Atropine sulfat ini juga termasuk kedalam
golongan obat antikolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik.
Obat midriatikum adalah obat yang
digunakan untuk membesarkan pupil mata. Juga digunakan untuk siklopegia dengan
melemahkan otot siliari sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada obyek yang
dekat. Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade
inervasi dari pupil spingter dan otot siliari.
Obat untuk midriatikum bisa dari
golongan obat simpatomimetik dan antimuskarinik, sedangkan obat untuk
Siklopegia hanya obat dari golongan antimuskarinik. Obat midriatikum-siklopegia
yang tersedia di pasaran adalah Atropine, Homatropine dan Tropicamide dengan
potensi dan waktu kerja yang berbeda begitu juga kegunaan secara klinisnya.
Tabel. Sediaan obat midriatikum-siklopegia
Obat
|
Bentuk sediaan dan kandungan
|
Waktu Kerja & Lama Kerja (lk) obat
|
Indikasi
|
|
Mydriasis
|
Cycloplegia
|
|||
Atropine
|
Multi-dosis tetes mata 1 %
|
30-40 menit
LK : 7-10 hari |
1 hari
LK : 2 minggu |
Anterior uveitis Cycloplegic refraction Suppression
amblyopia
|
Homatropine
|
Multi-dosis tetes mata 2%
|
30-60 menit
Lk:1-2 hari |
30-60 menit
Lk:1-2 hari |
Anterior uveitis
|
Tropicamide
|
Multi-dosis tetes mata 0,5% & 1%
|
15-30 menit
Lk:4-6 jam |
25 menit
Lk:6 jam |
Ophthalmoscopy dan fundus photography
|
Atropin
Atropine, adalah alkaloid derivat
solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu ester organik asam tropik dan
tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang digunakan sebagai obat,
Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia dengan panjang
waktu kerja lebih dari dua minggu.
Homatropin
Homatropine adalah alkaloid semisintetik yang dibuat dari
kombinasi asam mandelat dengan tropine. Durasi kerja Homatropin lebih pendek
dibanding dengan Atropin.
Tropikamid
Tropicamide, adalah derivat
sintetik dari asam tropik, tersedia sebagai obat mata pada akhir tahun 1950-an.
Tropikamid mempunyai waktu kerja dan lama kerja lebih pendek dibandingkan
dengan antimuskarinik lainnya, sehingga mempunyai daya serapnya (difusi)
terbesar dan proporsi obat yang tersedia untuk penetrasi ke kornea lebih
tinggi.
Kemudian setelah atropin sulfat
bereaksi, yang dapat terlihat dari perubahan yang terjadi pada pupil mata
tikus yaitu ukuran pupilnya membesar.
Maka selanjutnya dapat diberikan larutan obat pilokarpin dengan cara di
teteskan pada cairan konjungtival tempat yang sama pada mata tikus ketika di
teteskan dengan atropine sulfat tadi, dengan cara di pegang matanya supaya
terbuka dan ditahan kira-kira 1 menit. Kemudian diamati perubahan yang terjadi
pada pupil mata tikus. Ternyata pada percobaan ini dihasilkan pupil mata tikus
mengecil dan kembali ke ukuran normalnya tetapi dlm jangka waktu yang agak
lebih lama. Masalahnya pada pemberian atropine sulfat reaksi yang terjadi itu
cukup lama sehingga pada saat pemberian pilokarpin reaksi untuk mengecilkan
pupil terjadi cukup lama. Sehingga di butuhkan dosis yang lebih besar untuk
mengembalikan pupil mata tikus kekeadaan normal.
Pada dasarnya pilokarpin adalah
golongan obat kolinergik yang bekerja pada reseptor antimuskarinik.
Antimuskarinik adalah suatu keadaan dimana obat ini memperlihatkan efek sentral
terhadap susunan saraf pusat yaitu merangsang pada dosis kecil dan mendepresi
pada dosis toksik. Pada saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk :
(1) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodic, (2)
penggunaan local pada mata midriatikum, (3) memperoleh efek sentral misalnya
obat Parkinson, (4) efek bronkodilatasi dan (5) memperoleh efek hambatan pada
sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis
(konstriksi dari pupil mata). Pengobatan glaukoma bertujuan untuk mengurangi
tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada penglihatan.
Obat Miotikum bekerja dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata, dimana
sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di dalam
mata yang dikenal dengan otot siliari. Betaxolol dan Pilokarpin adalah
contoh obat Miotikum yang sering digunakan. Betaxolol adalah senyawa
penghambat beta adregenik. Pilocarpine adalah alkaloid muskarinik yang
diperoleh dari daun belukar tropis Amerika dari genus Pilocarpus. Pilokarpin
bekerja sebagai reseptor agonis muskarinik pada sistem saraf
parasimpatik.
Pilocarpine digunakan untuk
glaukoma untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat tekanan yang dapat
berisiko kebutaan, Pilokarpin mengatasi gejalanya dengan menurunkan tekanan
pada mata penderita glaukoma. Pilokarpin bekerja pada reseptor muskarinik (M3)
yang terdapat pada otot spingter iris, yang menyebabkan otot berkontraksi dan
menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan terhadap jala mata
trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi ini
memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan
intraokular (dalam mata).
VII. KESIMPULAN
1. Midriatik adalah golongan obat yang mempengaruhi
dilatasi atau ukuran pupil bola mata dapat membesar (midriasis).
2. miotik adalah golongan obat yang mempengaruhi
kontraksi atau ukuran pupil bola mata dapat mengecil (miosis).
3.
pilokarpin adalah golongan obat kolinergik yang
bekerja pada reseptor antimuskarinik.
4. Atropine adalah alkaloid derivat solanasid dari
Atropa belladonna yaitu suatu ester organik asam tropik dan tropin.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI, 1979, FI ed III, Jakarta, hal 10, 86, 403,
498, 499, 983.
Depkes RI, 1995, FI ed IV, Jakarta, hal 675 – 676, 1144
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 2000,
Farmakologi dan Terapi, ed. 4,
Gaya Baru, Jakarta, hal 155.
Wade, A and P. J. Weller, 1994, Handbook of
Pharmaceutical Exipients, 2nd ed.,
America Pharmaceutical Association, London, p. 27, 177, 392.
Lachman, L., H. Lieberman, and J. L. Kanig, 1986, The
Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea and Febiger, Philadelphia,
p. 779.