Yunietha Lakhiafa

ESTERIFIKASI
I.        Tujuan praktikum
Mengamati reaksi esterifikasi pada pembuatan aspirin (Asam Asetil Salisilat).
II.       Landasan Teori          
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1981).
Laju esterifikasi asam karboksilat tergantung pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya mempunyai pengaruh yang kecil dalam laju pembentukan ester (Anonim a, 2009).
Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya adalah asam sulfat pekat. Terkadang juga digunakan gas hidrogen klorida kering, tetapi katalis-katalis ini cenderung melibatkan ester-ester aromatik (yakni ester yang mengandung sebuah cincin benzen) (Clark, 2007).
Aspirin bersifat antipiretik dan analgesik karena merupakan kelompok senyawa glikosida, aspirin yang merupakan nama lain dari asam asetil salisilat dapat disintesis dari asam salisilat, yaitu  mereaksikannya dengan anhidrida asetat, hal ini dilakukan pertama kali oleh Felix Hofmann dari perusahaan Bayer, Jerman. Karena saat itu antipiretik dan  analgesik  sangat  keras terhadap sistem pencernaan. Sifat antipiretik dan analgesik yang ditemukan berasal dari senyawa salicin. salicin merupakan kelompok glikosida. Glikosida adalah senyawa yang memiliki bagian gula terikat pada non-glukosa L. Aglikon dalam sajian adalah sajian alkohol dan tereduksi sempurna menjadi asam salisilat. Asam salisilat sangat keras terhadap bibir, kerongkongan, dan perut, sehingga kimiawan felix Hoffmann yang awalnya terinspirasi oleh sakit artritis yang  diderita ayahnya, mensintesis asam asetil salisilat yang dinamakan aspirin yang ringan terhadap perut. Dengan  senyawa ini Hoffmann dapat mengobati ayahnya tanpa mengakibatkan iritasi perut yang parah seperti efek  samping obat artritis pada masa itu.  
 Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda.Dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin,

Sedangkan reaksi dengan methanol akan menghasilkan metil salisilat.                        
Aspirin yang terjadi dapat bereaksi dengan NaHCO3­ membentuk garam natrium yang larut dalam air, sedangkan hasil samping berupa polimer tidak larut dalam bikarbonat. Perbedaan sifat ini digunakan untuk pemurnian aspirin.
Asam asetat dengan nama sistematik asam etanoat, CH3COOH, merupakan cairan tidak berwarna, berbau  tajam, dan berasa asam. Asam asetat larut dalam air dan pelarut organik lainnya. Di dalam air, asam asetat bertindak sebagai asam lemah. Asam asetat mendidih pada temperatur 118°C (245°F) dan meleleh pada 17°C (62°F). Asam asetat biasanya dibuat dengan memfermentasikan alkohol dengan bantuan bakteri, seperti Bacterium aceti. Untuk mendapatkan asam asetat yang berkonsentrasi tinggi, biasanya dibuat dengan oksidasi asetaldehida atau dengan mereaksikan methanol dengan karbon monoksida dengan bantuan katalis.
Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat dan dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat memiliki sifat-sifat: berasa manis, membentuk kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, meleleh pada 158,5°C – 161°C. Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan garam yang cukup penting. Asam salisilat menjadi bahan baku pembuatan aspirin. Sintesa asam salisilat yang terkenal adalah Sintesis Kolbe.
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal sekarang sebagai aspirin memiliki nama sistematik 2 – acetoxybenzoic acid. Aspirin yang merupakan bentuk salah satu aromatic asetat yang paling dikenal dapat disintesa dengan reaksi esterifikasi gugus hidroksi fenolat dari asam salisilat dengan menggunakan asam asetat. Aspirin memiliki sifat – sifat sebagai berikut : Mr = 180, titik leleh = 133,4°C, dan titik didih = 140°C.
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian.
III.    Alat dan Bahan
Alat      :
  • Labu pemanas
  • Pengaduk
  • Termometer
  • Beker gelas
  •  Erlenmeyer
  • Gelas ukur
  • Kertas saring
  • Filtrasi vakum 
Bahan  :
  • Asam salisilat 2,5 g
  • Anhidrida asetat 4 ml
  • Aquades 15 ml
  • Asam sulfat pekat 2 tetes
  • FeCl3
  • Alkohol
IV.    Bagan Kerja





V.    Hasil dan Pembahasan

                                                              



Bahan yang direaksikan
Produk yang dihasilkan
Bobot cawan kosong
Bobot cawan + aspirin
Bobot aspirin
Asam salisilat 2,5 g + Anhidrida asetat 4 ml
Aspirin (asam asetil salisilat)
20,9 g
23,415 g
±2,515 g

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian untuk mengamati proses esterifikasi, praktikum yang dilakukan adalah proses pembuatan aspirin (Asam Asetil Salisilat). Bahan yang digunakan pada percobaan ini  adalah asam salisilat (C7H6O3) yang direaksikan dengan anhidrida asetat (CH3CO)2O dengan menggunakan katalis asam sulfat pekat ( H2SO4 ) sehingga produk yang dihasilkan adalah aspirin (asam asetil salisilat) dan asam asetat ( CH3COOH ). Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip dari pembuatan aspirin itu sendiri.
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan asam asetat glacial sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat ( aspirin ). Gugus asetil ( CH3CO– ) berasal dari asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Asam salisilat yang diambil sebanyak 2,5 g  dan dicampur dengan 4 ml anhidrida asam yang selanjutnya diberi 2 tetes asam sulfat pekat, penambahan asam sulfat pekat ini berfungsi sebagai zat penghidrasi dan sebagai katalisator (pada gambar 1).
            Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan asam asetat glacial adalah asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini.
Setelah dicampur dan dimasukkan kedalam labu pemanas diharapkan zat-zat tersebut bercampur dengan baik, dilakukan pengadukan sehingga asam salisilat tercampur didalam anhidrida asam, reaksi yang terjadi adalah pengkristalan didalam labu pemanas (pada gambar 2). Namun, sebenarnya sebelum dipanaskan, reaksi tidak benar – benar terjadi. Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-60°C.
Kemudian labu pemanas dimasukkan kedalam waterbath selama 15 menit dengan suhu kira-kira 50⁰C-60⁰C (pada gambar 4). Larutan yang mulanya mengkristal kembali menjadi cair yang sebenarnya terjadi proses reaksi esterifikasi didalamnya. Kemudian dimasukkan kedalam icebath sambil di aduk-aduk dan ditambahkan aquades 15 ml hingga kemudian terbentuk endapan putih (aspirin). Proses pendinginan ini membantu terbentuknya aspirin (pada gambar 5).
Kemudian endapan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrasi vakum (pada gambar 6). Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan aspirin dari pengotornya atau hasil samping lainnya seperti asam asetat atau asam sulfat yang masih ada. Saat penyaringan juga dilakukan pencucian dengan menggunakan aquades agar zat-zat pengotor dapat terpisah dari aspirin.Tetapi tentu saja, aspirin yang dihasilkan belum benar – benar murni.
Untuk itu dilakukanlah rekristalisasi pada aspirin. Rekristalisasi pada aspirin dilakukan dengan menambahkan etanol kemudian campuran dipanaskan. Setelah dipanaskan, campuran didiamkan sampai terbentuk Kristal. Kristal disaring dengan corong Buchner yang dilengkapi labu hisap. Namun, dikarenakan  waktu yang dibutuhkan cukup lama sehingga, proses rekristalisasi tidak dilakukan pada percobaan ini.
         Setelah proses penyaringan selesai, aspirin dimasukkan kedalam cawan penguap yang telah ditimbang berat kosongnya yaitu 20,9 g (pada gambar 7). Kemudian aspirin dikeringkan didalam oven hingga aspirin yang didapat benar-benar kering. Setelah aspirin kering ditimbang kembali bobot aspirin+cawan yaitu 23,415 g (pada gambar 9). Sehingga diketahui bobot aspirin yang diperoleh adalah ± 2,515 g (pada gambar 10). Bobot yang diperoleh ini sudah cukup banyak.
Aspirin yang telah didapat dilakukan uji identifikasi kemurnian aspirin dengan cara menambahkan beberapa tetes FeCl3 ke dalam kristal aspirin. Dari hasil percobaan, didapatkan Kristal aspirin berwarna orange setelah ditambah FeCl3 (pada gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa kristal aspirin yang diperoleh sudah cukup murni karena warna orange menunjukkan warna FeCl3 itu sendiri yang berarti tidak ada zat pengotor seperti H2SO4 atau CH3COOH yang bereaksi dengan FeCl3.
Sehingga diketahui bahwa percobaan yang telah dilakukan sudah menunjukkan hasil yang cukup baik, yakni dengan diperoleh aspirin yang cukup banyak dan tidak adanya zat pengotor.

VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan :
1.   Pembuatan aspirin melibatkan reaksi esterifikasi yang mereaksikan asam salisilat dan anhidrida asetat dengan menggunakan katalis asam sulfat pekat.
2.   Pada percobaan ini dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan FeCl3.
3.   Bobot aspirin yang diperoleh dari 2,5 g asam salisilat adalah  ± 2,515 g. Hasil pengujian menunjukkan bahwa aspirin sudah mendekati keadaan murni atau tidak mengandung zat pengotor lagi.
VII.     Daftar Pustaka
Carey, Francis A. 2006. Organic Chemistry Sixth Edition. New York: Mcgraw-hill.
Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Riawan, S. 2009. Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Aksara.

1 Response
  1. Unknown Says:

    isinya bagus ijin copas yaa?? temanya unik kok download dimana? bagi link dong