Yunietha Lakhiafa

I.             TUJUAN PRAKTIKUM

  • Menjelaskan proses farmakokinetika obat di dalam tubuh setelah pemberian secara bolus intravena dengan simulasi model in vitro farmakokinetika obat
  • Memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala semilogaritma
  • Menentukan berbagai parameter farmakokinetika

II.          TEORI DASAR

Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan bentuk dosis tertentu.
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-kadang perlu untuk menggunakan multi kompartemen, dimulai dengan determinasi apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh manusia adalah model kompartemen multimilion, mengingat konsentrasi obat dalam organel yang berbeda, sel atau jaringan. Dalam tubuh kita memiliki jalan masuk untuk dua jenis cairan tubuh, darah dan urin.














Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian bolus intravena dengan satu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen diberikan dengan persamaan :
C1 = C0 e-k.t
Dimana C1 adalah kadar obat dalam waktu t, C0 adalah kadar obat pada waktu 0,k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat. Dengan menggunakan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat dihitung dengan cara regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam nilai logaritmik :
InC1 = InC0 – k.t

          
Gambar : Model Farmakokinetika untuk obat yang diberikan dengan injeksi  IV cepat. DB : obat dalam tubuh ; Vd : Volume distribusi ; K : tetapan laju eliminasi.
Setelah ditentukan nilai C0 dan k, berbagai parameter farmakokinetik obat yang berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravena dapat dihitung, seperti
·         volume distribusi (Vd): volume dalam tubuh di mana obat terlarut,
·         klirens (Cl),
·         waktu paruh eliminasi (t ½)
·         Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC)
·         Bioavalaibilitas (ketersediaan hayati)

Vd = D
         C0
CI = Vd.k
t ½ = 0,693
                    k

Farmakokinetika Parasetamol
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

III.    ALAT DAN BAHAN
Alat :
·         Gelas ukur
·         Beker gelas
·         Pipet
·         Spatula
·         Tabung 500 ml
·         Spektrofotometri
·         Wadah kompartemen

Bahan :
·         Aquadest
·         NaOH
·         Parasetamol


IV.    CARA KERJA

1.             Buat larutan baku NaCl fisiologis 0,9 %
·         4,5 gr NaOH dilarutkan dalam 500 ml air
2.             Larutan NaCl fisiologis yang telah dibuat, ditambahkan etanol 10 %
3.             Kemudian diambil sebanyak 330 ml.
4.             Lalu ditambahkan 100 mg parasetamol, larutan distirer agar tercampur homogen.
5.             Diletakkan didalam wadah kompartemen dengan suhu waterbath 37C.
6.             Cairan didalam wadah kompartemen akan dialirkan oleh pompa peristaltik.
7.             Diambil cuplikan sebanyak 5 ml didalam wadah kompartemen setiap 10 menit dan digantikan dengan cairan NaCl fisiologis sebanyak 5 ml.
8.             Kadar obat parasetamol ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri
9.             Data kadar obat diplotkan terhadap waktu pada kertas semilogaritmik.
10.         Dihitung harga Co dan K.
11.         Dihitung harga Vd, C1, dan T1/2.  


V.     HASIL PENGAMATAN

Data kalibrasi
Konsentrasi(ppm)
Absorbansi(256,5)
4
0.212
 6
0.365
8
0.549
10
0.698
12
0.799
 
a =-0.0782
b =0.07535
r =0.99552

Waktu (menit)
Absorbansi
10
3.593
 30
3.501
40
3.481


t =10
y = a±bx
3.593 =-0.0782+0.07535x
x =48.721
t=30
y = a±bx
3.501=-0.0782+0.07535x
x=47.500
t =40
y = a±bx
3.481=-0.0782+0.07535x
x= 47.235


Waktu (menit)
konsentrasi
Log konsentrasi
10
48.721
1.6877
30
47.500
1.6766
40
47.235
1.6742



Kemudian cari K,Vd dan t1/2
Ke=
Ke=
Ke=3.860-3.855/10
Ke=0.0005 /jam
t1/2=0.693/k
t1/2=0.693/0.0005
t1/2=1386 menit=23.1 jam
Vd=dosis/Cp0
Vd=100mg/48.721
Vd=2.052
Klirens
Cl = Vd.K
Cl = 2.052 x 0,0005
Cl = 0,001
VI.    PEMBAHASAN
   Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan perubahan konsentrasi obat parasetamol terhadap waktu yang dilakukan secara invitro. Percobaan di simulasikan dengan keadaan yang ada didalam tubuh dimana obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena ( IV Bolus ). Parasetamol dimasukkan kedalam suatu wadah (dianggap sistem tubuh) yang terdiri dari cairan NaCl fisiologis 0,9 % dan cairan akan dipompa dengan menggunakan pompa peristaltik dengan kecepatan konstan, kemudian diamati/di ukur nilai konsentrasi obat  pada menit ke 60, 80 dan 90. Dengan cara mengambil cuplikan sebanyak 5 ml dan ditentukan kadar parasetamol dengan melihat absorbansinya pada spektrofotometri. Cairan yang hilang akan diganti sesuai dengan volume yang diambil.
Diharapkan konsentrasi obat didalam tubuh semakin berkurang seiring berjalannya waktu. Karena berdasarkan model farmakokinetika yang paling sederhana pelarutan obat dalam suatu volume tubuh digambarkan sebagai model kompartemen satu terbuka dimana konsentrasi obat dari waktu nol ( awal ) akan semakin berkurang secara konstan hingga waktu tertentu sampai konsentrasi obat didalam tubuh habis. Dalam kompartemen ini tidak ada proses distribusi dan absorbsi obat tapi langsung pada fase eliminasi jadi obat dapat terabsorbsi 100 % didalam tubuh.
Untuk suatu percobaan normal, data absorbansi di tiap perubahan waktu mengalami penurunan secara konstan. Artinya, konsentrasi obat di dalam tubuh semakin berkurang secara konstan karena obat dieliminasi oleh tubuh dengan kecepatan konstan 5 ml/10 menit, dan cairan diganti 5 ml hingga volume cairan tetap. Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan data absorbansi di tiap perubahan waktu mengalami penurunan namun tidak konstan. Banyak faktor yang menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam percobaan meliputi ketidakcampuran obat didalam cairan NaCl fisiologis, pengambilan cuplikan yang tidak benar, atau kesalahan metode pada saat penentuan kadar obat dengan menggunakan spektofotometri.
 Untuk data kelas pada percobaan ini dilakukan dimulai pada menit ke- 60 sehingga data absorbansi yang diperoleh sudah menunjukkan konsentrasi yang semakin kecil dari konsentrasi awal obat, dimana dosis mula-mula parasetamol yang dimasukkan kedalam cairan adalah 100 mg. Konsentrasi obat pada menit ke-60 adalah 48,721 mg/ml, pada menit ke-80 adalah 47,5 mg/ml sedangkan pada menit ke-90 adalah 47,235 mg/ml. Dari penurunan konsentrasi obat terhadap penambahan waktu ini dapat membuktikan bahwa sistem simulasi yang menggambarkan seperti sistem didalam tubuh kita dapat mengabsorbsi obat dan mendistribusikannya sehingga kadar obat mengalami penurunan pada berbagai waktu.
Setelah ditentukan masing-masing konsentrasi dalam berbagai waktu kemudian kita dapat menentukan parameter-parameter lainnya.
Parameter lainnya yang digunakan untuk mengukur kadar obat dalam tubuh adalah Vd ( volume distribusi ) yaitu volume dalam tubuh dimana obat terlarut. Vd merupakan suatu factor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Tubuh dapat dianggap sebagai suatu system dengan volume yang konstan. Oleh karena itu, volume distribusi untuk suatu obat umumnya konstan. Jika konsentrasi obat dalam plasma dan volume distribusi diketahui, maka jumlah keseluruhan obat dalam tubuh dapat dihitung dimana berdasarkan hasil percobaan volume distribusinya adalah 2,052.
Selain itu parameter yang digunakan adalah kecepatan eliminasi dimana berdasarkan hasil percobaan, kecepatan eliminasinya adalah 0,0005 / menit. Klirens juga merupakn salah satu parameter dalam farmakokinetik dimana klirens mengukur eliminasi obat dari tubuh tanpa mengeidentifikasi mekanisme atau proses. Ditunjukan untuk volume dari cairan plasma yang dibersihkan dari obat per unit waktu. Dapat juga dihubungkan sebagai fraksi obat yang dirubah per unit waktu. Nilai klirens dari hasil percobaan adalah 0,001 ml/menit. Parameter lain yang digunakan dalam farmakokinetika adalah t1/2 merupakan waktu dimana konsentrasi obat berada separuhnya didalam tubuh. Berdasarkan hasil percobaan nilai t1/2 dari parasetamol adalah 23,1 jam.


VII. KESIMPULAN
         Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan :
1.   Suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat ( IV bolus ), seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera.
2.      Konsentrasi dari parasetamol mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu.
3.      Parameter yang digunakan untuk mengukur kadar obat dalam tubuh antara lain adalah Vd, Kel, klirens, dan t1/2.
4.      Kel parasetamol adalah 0,0005 /menit.
5.      Vd parasetamol adalah 2,052.
6.      Klirens parasetamol adalah 0,001 ml/menit.
7.      T1/2 parasetamol adalah 23,1 jam.


VIII. DAFTAR PUSTAKA

Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press. 
http://mishttp://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007/11/penetapan-kadar-parasetamol.htmls-purplepharmacy.blogspot.com/2010/01/v-behaviorurldefaultvml-o.html 
 Martin, Alfred dkk. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.


Yunietha Lakhiafa

Uji Difusi

  1. Tujuan
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat melalui kulit.
  1. Landasan Teori
Konsep kulit sebagai membran pasif dan adanya keyakinan bahwa viabilitas kulit kurang penting dalam absorpsi perkutan, telah memandu dominasi studi absorpsi perkutan oleh hukum aksi masa dan difusi secara fisika. Sebuah konsekwensi dari konsep kulit sebagai membran pasif merupakan tanda-tanda yang jelas dari stratum corneum sebagai barrier terhadap absorpsi perkutan. Bagian kulit yang hidup akan menentukan metabolisme, distribusi dan ekskresi dari senyawa melalui kulit dan tubuh.
Absorbsi per kutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Stratum komeum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif,  jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit. Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul.
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.



 

Keterangan:
Dq/Dt =  Laju difusi      
D  = Koefisien difusi
K  = Koefisien partisi
A  = luas permukaan membran
h   = tebal membran
Cs-C = perbedaan antara konsentrasi obat dalam pembawa dan medium

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.
Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah metode flow through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik menghisap cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati penghilang gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis, kemudian cairan dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan reseptor dalam gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan pelarut campur. Kemudian diukur absorbannya dan konsentrasinya pada panjang gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung berdasarkan hukum Fick di atas.

3.     
v  Bahan :
1.      Air (aquadest)
2.      Parasetamol
3.      Asam stearat
4.      Trietanolamin
5.       Nipasol
6.       NaCMC
 
Alat dan Bahan
v  Alat :
1.      Mortar
2.      Beker glass
3.      Pipet tetes
4.      Gelas ukur
5.      Timbangan analitik
6.      Kertas perkamen
7.      Spatula
8.      Sudip
9.      Tisu
10.  Flow through
11.  Kertas whatman
  1. Cara kerja
  1. Pembuatan krim
Fase air: Melebur (air, trietanolamin, parasetamol, natrium benzoat) didalam wadah secara bersamaan sampai melebur.
Fase minyak: Melebur (minyak kelapa, asam stearat, parafin) didalam  wadah secara bersamaan sampai melebur.
Memasukkan fase air dan fase minyak bersamaan, kemudian diaduk hingga menjadi krim.

  1. Pembuatan gel
Melarutkan Na CMC dengan air panas 70 bagian gom arab, memasukkan Na CMC kedalam lumpang yang sudah dibasahi air dingin, kemudian diaduk sampai mengembang (a)
Mengerus parasetamol sampai halus didalam lumpang yang lain (b)
Melarutkan nipasol dengan air panas sampai larut (c)
Memasukkan (a) kedalam (b) diaduk sampai mengembang, kemudian memasukkan (c)  diaduk, lalu tambahkan air sampai 100 ml diaduk sampai menjadi krim.

  1. uji difusi (metode Flow trough)
Menimbang formula 1 gram,meratakannya diatas membran dengan diameter 1,5
Memasukkan cairan sirkulasi aquabidestilata sebanyak 70 ml  kedalam beker gelas (reseptor)
Pompa peristaltik menghisap cairan dari reseptor kemudain dipompa ke sel difusi
Kemudian cairan dialirkan ke reseptor lagi
Mengambil cairan reseptor 5 ml, setiap pengambilan caiaran 5 ml selalu diganti aquadestilata 5 ml (selang waktu yang digunakan adalah 15 menit)
Setelah pengambilan cairan 5 ml dilihat absorbansinya di spektrofotometer

  1. Hasil Pengamatan
Menit ke-
Absorbansi (x)
C (m g) (y)
15
0,524
-91,13
30
0,474
-30,376
45
0,552
-125,152
60
0,119
400,972
75
0,273
213,852
90
0,277
208,99
105
0,430
23,086
120
0,503
-65,613










Dik :
a = 0,449
b = -0, 000823
y = a +bx
y= 0,449 - 0, 000823x
x= 0,449-y/0,000823
            konsentrasi parasetamol

Ø  untuk menit ke-15 : x = 0,449 – 0,524
                 0,000823
          = - 91,13

Ø  untuk menit ke-30 : x = 0,449 – 0,474
                 0,000823
          = - 30,376

Ø  untuk menit ke-45 : x = 0,449 – 0,552
                 0,000823
          = - 125,152
Ø  untuk menit ke-60 : x = 0,449 – 0,119
                 0,000823
          = 400,972

Ø  untuk menit ke-75 : x = 0,449 – 273
               0,000823
         = 213,852

Ø  untuk menit ke-90 : x = 0,449 – 0,277
                  0,000823
          = 208,99
Ø  untuk menit ke-105 : x = 0,449 – 0,430
                   0,000823
            = 23,086

Ø  untuk menit ke-120 : x = 0,449 – 0,503
                    0,000823
            = - 65,613


  1. Pembahasan
Untuk mencapai tempat kerja suatu obat di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid yang semipermeabel. Kelarutan molekul obat dalam lipid inilah yang merupakan faktor utama absorbsi obat dalam tubuh.
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji difusi suatu obat dengan menggunakan metode Flow Through. Yang merupakan percobaan pada uji difusi terhadap suatu zat tertentu dimana dibuat suatu mekanisme kerja layaknya difusi didalam membran sel tubuh manusia. Adapun sediaan yang diuji menggunakan bahan aktif parasetamol dalam bentuk sediaan gel dengan konsentrasi bahan aktif 1 %. Kemudian dihitung konsentrasi obat yang terabsorbsi pada membran, dimana obat yang terabsorbsi seolah-olah menembus membran sel yang ada didalam tubuh.
Pada metode flow through langkah pertama adalah pembuatan membran difusi dengan menggunakan kertas whatman no. 1 yang diimpregnasikan terlebih dahulu dengan cairan spangler. Adapun komposisi cairan spangler ini meliputi berbagai minyak dan lemak seperti asam palmitat, asam oleat, asam stearat, minyak kelapa, paraffin cair, kolesterol dan lilin putih dengan berbagai konsentrasi. Cairan spangler disini dianggap sebagai komposisi kandungan yang terdapat pada kulit yang terdapat banyak lemak. Sebelum diimpregnasikan dengan cairan spangler, bobot kertas whatman ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan persentase impregnasi dari kertas whatman.

Bt adalah berat membran yang telah diimpregnasi dalam keadaan kering, sedangkan Bo adalah berat membran sebelum impregnasi.  Membran yang digunakan untuk uji flow through (uji difusi) adalah membran yang memiliki bobot yang hampir sama, karena menunjukkan cairan spangler telah teraborbsi sempurna pada kertas whatman.
            Pemilihan sediaan yang akan diuji adalah menggunakan sediaan gel dan krim, karena sediaan gel dan krim lebih mudah digunakan saat percobaan dengan cara mengolesi sediaan pada membran yang telah dibuat dibanding sediaan-sediaan lain seperti sediaan cair atau sediaan padat lainnya. Pembuatan sediaan gel dan krim dibuat dengan menggunakan metode seperti metode pembuatan biasa. Adapun zat tambahan yang digunakan seperti Na CMC, trietanolamin, natrium benzoat, aquades, minyak kelapa, asam stearat, paraffin (sediaan krim), Na CMC, Na benzoat, (sediaan gel) sebagai bahan aktifnya sama-sama menggunakan parasetamol.
            Setelah dilakukan pembuatan sediaan, barulah dilakukan uji flow through yang terdiri dari sel difusi, pompa peristaltik, gelas piala, waterbath sebagai pengatur suhu agar tetap pada suhu ± 37C yaitu suhu tubuh pada membran sel, penampung donor dan reseptor dan selang untuk melewatkan air pada membran yang berisi obat yang akan diabsorbsi. Dalam praktikum ini, kita diharapkan dapat mengetahui jumlah komponen obat yang dapat menembus kulit (membran). Metode flow through ini terbagi atas dua komponen yaitu kompartemen donor dan kompartemen reseptor.
Adapun mekanisme kerja dari flow through ini adalah membran diletakkan diantara kedua kompartemen, dilengkapi dengan dua tabung penjepit untuk menjaga letak membran. Kompartemen donor diisi dengan larutan penerima. Suhu pada sistem dijaga yaitu 37˚C±0,5˚C dengan sirkulasi air sebanyak 70 ml. Pompa peristaltik menghisap cairan donor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi mengabsorbsi zat obat diatas membran. Kemudian cairan dialirkan ke reseptor dengan membawa cairan yang mengabsorbsi zat obat. Pada interval waktu 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit, dan 105 menit, masing-masing diambil sebanyak 5 ml cairan dari kompartemen reseptor dan jumlah obat yang terpenetrasi melalui membran dapat dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

Dalam praktikum ini metode analisis yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis sehingga didapat nilai absorbansi dari setiap cairan yang kemudian barulah dapat dihitung konsentrasi obat yang terlarut dalam cairan tersebut. Setiap sampel cairan pada interval waktu tertentu yang diambil dari kompartemen reseptor harus selalu digantikan dengan cairan yang sama sejumlah volume yang terambil. 
Difusi yang terjadi merupakan difusi pasif yaitu suatu proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah tanpa membutuhkan energi. Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat, setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dengan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran biologis. Membran padat juga digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan. Membran difusi tiruan ini berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan disekitarnya.
Berdasarkan data percobaan konsentrasi yang didapat tidak berbanding lurus untuk setiap masing-masing interval waktu. Karena seharusnya konsentrasi rata–rata obat yang dapat menembus membran berbanding lurus dengan konsentrasi dari parasetamol. Konsentrasi parasetamol yang dapat menembus membran berbanding lurus dengan waktu, dimana semakin lamanya waktu maka semakin besar jumlah ataupun konsentrasi yang dapat menembus membran,  hingga mencapai puncak dimana konsentrasi obat yang terabsorbsi mengalami penurunan yang sebanding dengan konsentrasi parasetamol yang ada jika digambarkan dalam grafik akan terlihat seperti puncak parabola.
Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan yang diperoleh, hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat percobaan. Kesalahan yang terjadi adalah membran difusi yang diletakkan dalam kondisi miring sehingga zat-zat tidak terabsorbsi secara konstan dalam interval waktu tertentu.  kadang terabsorbsi secara berlebihan dan kadang tidak terabsorbsi sama sekali.
            Sedangkan berdasarkan kurva kalibrasi yang didapat dari masing-masing absorbansi terhadap interval waktu, nilai regresi linear adalah 0,1969  .Nilai ini jauh mendekati angka 1, dan konsentrasi yang didapat berdasarkan persamaan y = a + bx tidak menunjukkan data yang baik. Kesalahan-kesalahan pada percobaan ini banyak disebabkan oleh berbagai faktor baik dari prosedur kerja maupun praktikannya.

  1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah diakukan didapat :
1.      Konsentrasi obat yang terabsorpsi berbanding lurus dengan waktu hingga mencapai fase kritis yang kemudian dilanjutkan dengan penurunan konsentrasi.
2.      Konsentrasi parasetamol yang didapat dari hasil uji difusi, tidak berbanding lurus dengan waktu
3.      Nilai R yang diperoleh adalah 0,1968 Nilai ini jauh mendekati angka 1, dan konsentrasi yang didapat berdasarkan persamaan y = a + bx tidak menunjukkan data yang baik.
4.      Faktor ketelitian sangat diperlukan dalam setiap praktikum


DAFTAR PUSTAKA

Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press.
Martin, Alfred dkk. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.